Ekonomi Thailand selama beberapa dekade terakhir berkembang pesat sehingga jadi salah satu yang terbesar di Asia. Meski begitu, Thailand masih berupaya mengatasi jutaan ton sampah tiap tahunnya. Masalah pengelolaan sampah juga diakui managing director Universal Biopack, Vara-Anong Vichakyothin.
Universal Biopack selama ini membuat kemasan makanan yang dijual ke restoran dan manufaktur. Tapi mereka tidak memakai plastik, melainkan campuran bambu dan singkong, lapor CNN Money (12/02). Keduanya merupakan tumbuhan yang banyak ditemui di negara itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Perusahaan menggunakan teknologi yang dirancang di sebuah universitas Bangkok untuk membuat kemasan tanpa limbah (zero-waste). Universal Biopack berharap bisa mengganti banyaknya kotak styrofoam dan kantung plastik yang memenuhi tempat pembuangan sampah d Thailand dan negara Asia Tenggara lainnya.
Perlu lima tahun bagi perusahaan mengembangkan formula yang ramah lingkungan. Bambu yang digunakan sendiri berasal dari sisa proses pembuatan sumpit.
![]() |
Walau inovatif, mencari klien baru untuk kemasan makanan ramah lingkungan masih cukup sulit. Meski perusahaan sudah mensuplai ke restoran, petani organik dan bisnis lainnya di industri makanan maupun minuman.
Penjual makanan yang bisa dikemas (takeout) di Thailand ingin menjaga harga tidak terlalu mahal dalam bisnis yang kompetitif. Meminta mereka mengeluarkan uang lebih banyak pada kemasan tertentu demi alasan lingkungan merupakan hal sulit.
"Ekonomi lokasl masih tidak mendukung (teknologi ini)," ujar pendiri Universal Biopack, Suthep Vichakyothin, seperti dilansir dari CNN Money.
Keadaan tersebut tidak menghentikan perusahaan lain ikut terjun ke pasar kemasan ramah lingkungan di Thailand. Seperti Universal Biopack, perusahaan lainnya meyakini ada kesadaran lingkungan yang tumbuh sehingga bisa memicu kenaikan permintaan. (msa/adr)